Hamparan sawah
tandus menghampar sepanjang penglihatan dalam perjalanan ini, musim kemarau
masih berlalu entah sampai kapan, bongkahan-bongkahan tanah retak tersisa
bersamaan dengan sisa tanaman padi yang telah selesai dipanen.
Di kejauhan
terlihat bukit biru kokoh, tegak berdiri. Sesekali pandanganku terhalang oleh
rimbun pohon yang tumbuh berjejer.
Kereta api ini
melaju tanpa pernah tahu isi hatiku. Aku masih menikmati setiap pemandangan
yang terlewati, kereta terus melaju…
Hamparan sawah
terlewati, jembatan dengan sungai berair jernih di bawahnya terlewati, aku
menikmati disetiap pergantian pandang seiring kereta yang terus menderu.
Duduk di dekat
jendela kereta adalah salah satu tempat yang aku suka ketika melakukan perjalanan
dengan kereta api,
meneguk kopi pagi sambil sesekali membaca buku yang aku
persiapkan sebelumnya sebagai teman perjalanan. Mendengarkan lagu-lagu
perjalanan, lagu alam dan lagu kerinduan.
Orang-orang
duduk tenang dengan alam pikirannya masing-masing, ada yang sibuk dengan
gawainya, ada yang menikmati pemandangan alam melalui kaca jendela sepertiku,
dan ada juga yang saling bercakap-cakap dengan teman seperjalananya, mereka
semua menikmati setiap laju langkah
perjalanan ini dan masih begitu jauh tujuan yang harus dilewati.
Setasiun demi
setasiun sudah mulai terlewati satu persatu, adakalanya berhenti cukup lama
untuk menunggu persilangan dengan kereta lain dari arah yang berlawanan.
Kesempatan ini dimanfaatkan untuk menghilangkan kejenuhan, orang-orang keluar
sejenak, mereka mengobrol sesekali menyalakan rokok yang mereka bawa sambil
menikmati pemberhentian di stasiun.
Petugas pun
mulai mengecek setiap komponen yang perlu dicek persambungan gerbong, roda-roda
kereta, dan tentu saja mengisi persediaan air bersih untuk keperluan penumpang
nantinya.
Angina sore
mulai menyapa, sedikit menenangkan sebelum kereta kembali melaju. Langit sore
sudah terlihat muram, grombolan burung putih terbang kembali mengiringi petani
yang sudah berkemas untuk pulang ke rumahnya masing-masing.
Kereta terus
melaju dengan suara brisiknya, aku masih menikmati bacaanku, menghabiskan sisa
kopi dan menikmati manisnya donat yang tadi belum sempat ku makan setelah ku
beli tadi di stasiun awal.
Langit sudah
mulai menghitam gelap, tak ada lagi tanah tandus yang terlihat, pohon kering
dan tanah-tanah yang retak juga sudah tak Nampak, berganti dengan lampu-lampu
penerangan jalan yang mulai menyala, berkelip, dan tertinggal jauh di belakang.
Aku sudah mulai
jenuh, ingin rasanya cepat sampai tujuan….Rumah
Namun hanya
tinggal beberapa stasiun lagi, kereta mulai melambat, menikmati indahnya kota
dan sejuknya angin malam.
Ada desiran hati
setiap aku menginjakkan kota ini, ada jejak cinta yang tertinggal, kenangan itu
belum sepenuhnya terhapus oleh hujan dan debu.
Lampu-lampu kota
semakin meriah, temaramnya sedikit mengobati lelah, di antara rumah-rumah padat,
kota ini cukup untuk selalu dirindukan.
Setasiun ini
stasiun pemberhentianku, aku bersama orang-orang yang ingin menikmati budaya
dan keramahan kota bersama wajah-wajah lelah mereka, jiwa-jiwa bebas yang haus
akan petualangan. Mereka akan meluangkan waktu sejenak akan rutinitas yang
mebosankan, menikmati sisi-sisi yang di kota lain tidak mereka temukan.
Sebentar saja
aku menikmati malam di kota ini, kota
yang telah mengalami pesatnya pembangunan, kota yang mulai terlihat kemacetan di
mana-mana dan kota dengan segala masalah yang dihadapinya, walau begitu aku
tetap merindukan kota ini bersama separuh kenangannya.
Damai hati ini
akan selalu ada di sini
Bintang-bintang
terlihat berkelip, malam belum sepenuhnya meninggalkan, orang-orang masih
terlihat hilir mudik sibuk dengan urusannya masing-masing.
Aku mulai
menepi, meninggalkan hiruk pikuk keramaian kota, melewati jalan-jalan yang
sdikit sunyi. Jalan pesawahan , langit malam terlihat indah, bulan purnama
menemani perjalanaku perpaduan yang indah dengan suara binatang malam yang
bernyanyi sombong. Udara terasa lebih segar , lampu penerangan tak semeriah
tadi di kota.
Ojek motor yang
mengantarku melaju pelan saja, sengaja aku yang memintanya, aku ingin menimati
udara malam ini. Jalan pedesaan mulai
gelap, sepi, sebelokan lagi aku sampai tujuanku… rumah yang selalu ku rindukan
tempat di mana aku menambatkan rinduku.
Aku sampai saat
malam mulai akan bergegas pulang. Duduk di beranda rumah sambil menikmati teh anget
bikinan emak, lagu malam mengiringi cerita perjalanan.
Tempat hati
berlabuh dengan penuh ketenangan, ada damai yang kurasakan. Malam sudah semakin
larut tapi aku masih ingin sejenak menghabiskan sisa teh manisku, menuliskan
sisa-sisa kisah perjalananku hingga aku sampai terdampar di tempat paling damai
ini.
Kamar ini masih
menyisakan aroma yang sama, buku-buku berdebu masih berjejer rapi pada raknya,
lama sekali aku tak menyentuhnya, mereka kesepian dalam penuh kebisuannya.
Nanti aku akan
membersihkan debunya dan mulai membaca kembali buku yang sepenuhnya belum
terselesaikan.
Ku rebahkan
tubuh letih Ini dalam sisa-sisa malam, aku ingin bermimi, bermimpi tentang kebahagian,
tentang kedamaian, tentang cinta kasih dan tentang bidadari yang tak bersayap
yang selalu ku nantikan.
Kosan, des 19
No comments:
Post a Comment