Saturday, 28 December 2019

Damai Hati Ini Akan Selalu Ada



Hamparan sawah tandus menghampar sepanjang penglihatan dalam perjalanan ini, musim kemarau masih berlalu entah sampai kapan, bongkahan-bongkahan tanah retak tersisa bersamaan dengan sisa tanaman padi yang telah selesai dipanen.

Di kejauhan terlihat bukit biru kokoh, tegak berdiri. Sesekali pandanganku terhalang oleh rimbun pohon yang tumbuh berjejer.
Kereta api ini melaju tanpa pernah tahu isi hatiku. Aku masih menikmati setiap pemandangan yang terlewati, kereta terus melaju…

Hamparan sawah terlewati, jembatan dengan sungai berair jernih di bawahnya terlewati, aku menikmati disetiap pergantian pandang seiring kereta yang terus menderu.
Duduk di dekat jendela kereta adalah salah satu tempat yang aku suka ketika melakukan perjalanan dengan kereta api, 

meneguk kopi pagi sambil sesekali membaca buku yang aku persiapkan sebelumnya sebagai teman perjalanan. Mendengarkan lagu-lagu perjalanan, lagu alam dan lagu kerinduan.

Orang-orang duduk tenang dengan alam pikirannya masing-masing, ada yang sibuk dengan gawainya, ada yang menikmati pemandangan alam melalui kaca jendela sepertiku, dan ada juga yang saling bercakap-cakap dengan teman seperjalananya, mereka semua menikmati  setiap laju langkah perjalanan ini dan masih begitu jauh tujuan yang harus dilewati.

Setasiun demi setasiun sudah mulai terlewati satu persatu, adakalanya berhenti cukup lama untuk menunggu persilangan dengan kereta lain dari arah yang berlawanan. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk menghilangkan kejenuhan, orang-orang keluar sejenak, mereka mengobrol sesekali menyalakan rokok yang mereka bawa sambil menikmati pemberhentian di stasiun.

Petugas pun mulai mengecek setiap komponen yang perlu dicek persambungan gerbong, roda-roda kereta, dan tentu saja mengisi persediaan air bersih untuk keperluan penumpang nantinya.
Angina sore mulai menyapa, sedikit menenangkan sebelum kereta kembali melaju. Langit sore sudah terlihat muram, grombolan burung putih terbang kembali mengiringi petani yang sudah berkemas untuk pulang ke rumahnya masing-masing.

Kereta terus melaju dengan suara brisiknya, aku masih menikmati bacaanku, menghabiskan sisa kopi dan menikmati manisnya donat yang tadi belum sempat ku makan setelah ku beli tadi di stasiun awal.
Langit sudah mulai menghitam gelap, tak ada lagi tanah tandus yang terlihat, pohon kering dan tanah-tanah yang retak juga sudah tak Nampak, berganti dengan lampu-lampu penerangan jalan yang mulai menyala, berkelip, dan tertinggal jauh di belakang.

Aku sudah mulai jenuh, ingin rasanya cepat sampai tujuan….Rumah
Namun hanya tinggal beberapa stasiun lagi, kereta mulai melambat, menikmati indahnya kota dan sejuknya angin malam.


 Ada desiran hati setiap aku menginjakkan kota ini, ada jejak cinta yang tertinggal, kenangan itu belum sepenuhnya terhapus oleh hujan dan debu.
Lampu-lampu kota semakin meriah, temaramnya sedikit mengobati lelah, di antara rumah-rumah padat, kota ini cukup untuk selalu dirindukan.

Setasiun ini stasiun pemberhentianku, aku bersama orang-orang yang ingin menikmati budaya dan keramahan kota bersama wajah-wajah lelah mereka, jiwa-jiwa bebas yang haus akan petualangan. Mereka akan meluangkan waktu sejenak akan rutinitas yang mebosankan, menikmati sisi-sisi yang di kota lain tidak mereka temukan.

Sebentar saja aku menikmati malam  di kota ini, kota yang telah mengalami pesatnya pembangunan, kota yang mulai terlihat kemacetan di mana-mana dan kota dengan segala masalah yang dihadapinya, walau begitu aku tetap merindukan kota ini bersama separuh kenangannya.

Damai hati ini akan selalu ada di sini
Bintang-bintang terlihat berkelip, malam belum sepenuhnya meninggalkan, orang-orang masih terlihat hilir mudik sibuk dengan urusannya masing-masing.
Aku mulai menepi, meninggalkan hiruk pikuk keramaian kota, melewati jalan-jalan yang sdikit sunyi. Jalan pesawahan , langit malam terlihat indah, bulan purnama menemani perjalanaku perpaduan yang indah dengan suara binatang malam yang bernyanyi sombong. Udara terasa lebih segar , lampu penerangan tak semeriah tadi di kota.

Ojek motor yang mengantarku melaju pelan saja, sengaja aku yang memintanya, aku ingin menimati udara malam ini.  Jalan pedesaan mulai gelap, sepi, sebelokan lagi aku sampai tujuanku… rumah yang selalu ku rindukan tempat di mana aku menambatkan rinduku.

Aku sampai saat malam mulai akan bergegas pulang. Duduk di beranda rumah sambil menikmati teh anget bikinan emak, lagu malam mengiringi cerita perjalanan.
Tempat hati berlabuh dengan penuh ketenangan, ada damai yang kurasakan. Malam sudah semakin larut tapi aku masih ingin sejenak menghabiskan sisa teh manisku, menuliskan sisa-sisa kisah perjalananku hingga aku sampai terdampar di tempat paling damai ini.

Kamar ini masih menyisakan aroma yang sama, buku-buku berdebu masih berjejer rapi pada raknya, lama sekali aku tak menyentuhnya, mereka kesepian dalam penuh kebisuannya.
Nanti aku akan membersihkan debunya dan mulai membaca kembali buku yang sepenuhnya belum terselesaikan.

Ku rebahkan tubuh letih Ini dalam sisa-sisa malam, aku ingin bermimi, bermimpi tentang kebahagian, tentang kedamaian, tentang cinta kasih dan tentang bidadari yang tak bersayap yang selalu ku nantikan.

Kosan, des 19

Saturday, 21 December 2019

Kutukan Cinta Pertama


Sekian lama mereka tidak bertemu, hingga saat ini pun aku rasa mereka tidak pernah bertemu lagi, hanya sederet digit nomer handpone yang terkadang menghubungkan jarak keduanya, itupun hanya sebentar dan ketika rasa itu kembali mengusik, ketika keberanian dan ragu  untuk bertanya kabar sedang apa kau gerangan di jauh sana…?

Bisikan hati kecil selalu mengusik rasa ingin tahunya, mengais kembali  sisa-sisa serpihan luka dan cinta diantara keduanya. Kenangan masa silam yang hanya sebentar namun walau hanya sebentar rasa itu terbawa hingga saat ini, terpendam dan menjadi penjara hati bagi keduanya.

Inikah yang orang-orang menamakanya sebagi kutukan cinta pertama?  Kutukan tentang cinta pertama yang susah untuk dilupakan, berkesan tanpa bait kata yang indah namun berasa begitu mempesona, ketika ketulusan hati masih begitu lugu berjalan dalam satu waktu dalam getaran hati yang terdalam terkutuklah aku….dalam bait-bait dan kenanganmu.

Ia mengawali hari dengan secangkir kopi hitamnya, dari cangkir putih yang biasa ia gunakan, menunggu pagi sambil berhayal pada hangat mentari pagi yang sebentar lagi ia nantikan.

Tak banyak yang ia kerjakan, melamun dan mencoba merangkai kan kata-kata indah untuk puisi-puisi barunya, menuliskannya dalam lembaran putih ruang rindunya.
Pikiranya masih menerawang jauh pada masa itu, masa ketika ia merasakan getaran yang tidak biasa dalam hatinya, ketika ia belum sepenuhnya tahu arti kata merindu, namun begitu nyaman berada dekat disisinya. Ia merindukan kembali masa itu dalam lamunan paginya.

Sosok perempuan masa lalunya masih terekam jelas dalam ingatan, senyum manisnya, lesung pipinya ia masih begitu merindukanya, ia begitu mengagumi pada masanya, dan saat inipun aku rasa ia masih mengaguminya, walaupun sekadar untuk berkata ( hai…) ia berat melakukanya, ia sadar ia bukan siapa-siapa, hanya pengagum sosok perempuan yang dulu pernah singgah dan  kini masih tetap dikenangnya.

Semua hanya bisa mengenang selanjutnya menjauh dengan sisa-sisa keikhlasan yang masih ia miliki. Mendengar ia bahagia sudah cukup untuk menghibur dirinya, ia merelakan semuanya tak berjalan sesuai rencanaya, takdir berkata lain,Tuhan maha berkehendak , ia sadar sesadar-sadarnya.
Sejenak ia kembali menyruput kopi hitam dalam cangkir putihnya, menyadarkan diri atas lamunan-lamunan sesaat, kemudian tenggelam lagi dalam penyiksaan diri, perenenguan akan masa lalunya.

Ia menjalani tragisnya kutukan cinta pertama, sekeras ia berusaha untuk melupakannya, sekeras itu pula rindu itu menyiksa batinya…terlalu kejam untuk sebuah kutukan atas nama cinta.

Entah sampai kapan ia akan bertahan pada perasaan hatinya , pada cinta yang mengusik disetiap malamnya, pada perempuan cantiknya  yang  hanya bisa ia kagumi dan pada bayang yang menari tanpa bisa ia menggapainya.

Ia menuliskan sebaris kata mengahiri lamunan pagi pada ruang rindunya
“Terkutukku terkoyak pada sisa-sisa sepi dari perempuan yang tak pernah  diikhlaskan “

@kosan des 19
Ditulis dari curhat seorang teman diiringi lagu “ Kucari Kamu “  Payung Teduh


Saturday, 2 November 2019

Apa Kabar Buku Diary

Dulu sebelum internet berkembang seperti sekarang ini, ada satu hal yang wajib dimiliki bagi pelajar SMP/SMA khususnya pelajar perempuan yaitu buku diary.

Buku pribadi yang di dalamnya tertulis beberapa curahan hati pemiliknya, sebagian besar mencurahkan perasaan cinta terhadap teman sekolah, gebetan dan persahabatan.

Untuk generasi 90an mungkin masih terniang atau bahkan masih menyimpan diary terdahulu, ada berbagai macamnya mulai dengan yang sederhana dengan warna kertas yang cerah berwarna hingga yang ada gembok pengunci sehingga orang lain tidak bisa bebas membacanya.

Jaman terus berubah
Seiring perkembangan jaman, kemajuan tehnologi membawa dampak perkembangan bagi tingkah laku, kebiasaan masyarakat.
Begitu juga dengan menulis, menulis yang dulu biasanya melalui media buku, kini mengalami perkembangan diantaranya dengan berkembangnya blog-blog gratis yang menyediakan layanan / tempat untuk menulis dengan mudah, sehingga apa yang kita tulis dengan mudah dishare ke media sosial sehingga mudah untuk dibaca oleh orang lain.

Hal ini menyebabkan pamor dari buku diary pun mulai memudar tenggelam seiring berlalunya hari, kalaupun ada yang masih suka menulis dalam buku harian itu pun mungkin hanya beberapa orang saja jumplahnya  sangat sedikit.

Catatan harian saya.
Bisa jadi saya menjadi bagian yang sedikit itu, karena sampai saat ini saya masih berusaha menulis dalam diary saya yang saya sebut sebagai buku catatan harian.

Saya mulai menulis di dalam buku harian semenjak SMA, namun buku harian pertama tidak tau di mana rimbanya.
kemudian saat merantau dan mulai bekerja di jakarta, mulai menulis tentang cerita harian di kerjaan, kehidupan menjadi anak kos dan cerita tentang persahabatan.

Mulai senang jalan-jalan berpetualang disela-sela liburan kerja, naik gunung bersama teman-teman menjadi bahan cerita yang saya tulis di buku-buku  harian selanjutnya.

Merasakan dunia kerja sambil kuliah, masalah keuangan pun menjadi tema yang menarik untuk dituliskan.
Selanjutnya sampai saat ini kehidupan keluarga serta lika- likunya, tentang anak-anak yang mulai menikmati dunia kanak-kanaknya, tentang mimpi dan petualangan bersama keluarga  menjadi tema dalam buku catatan harian saya.

Hingga saat ini saya Sudah menghabiskan 5 buku yang saya isi dengan catatan harian , baik berisi tulisan tentang keluarga, perjalanan, persahabatan, puisi dan buku catatan tersebut juga sebagai tempat untuk menampung ide sementara ketika tiba-tiba  ide itu datang.

Ada perasaan sedih, senang, lucu ketika membaca lagi tulisan-tulisan yang sudah berusia 4-5 tahun lalu, dan terkadang tulisan tersebut merekam semua kejadian yang pernah saya alami baik tentang persahabatan dan lain sebagainya, memutar dan mengingatkan kembali tentang memori masa lalu, dan terkadang membuat saya tersenyum ketika saya membacanya.

Sekarang selain  menulis di blog pribadi, saya juga masih mempertahankan kegiatan menulis di buku harian .

Kepraktisan dan tidak memerlukan banyak waktu, tinggal ambil buku dan bolpein serta langsung menulis, hal itu yang membuat saya masih mempertahankan menulis dalam buku catatan.

Entah sampai kapan saya akan terus menulis dalam buku harian saya, berharap akan terus bisa menuliskanya tentang hidup, cinta, keluarga dll.

Kelak disaat usia semakin senja duduk manis bersama anak istri sambil membaca apa yang telah ditulis dalam buku catatan harian rasanya cukup membahagiakan, apa lagi cerita yang ditulis tentang cerita mereka saat masa telah berlalu.
@Genk

Thursday, 27 December 2018

Dengarlah Nyanyian Alam















Angin yang berbisik lembut disetiap semilirnya
Gesekan daun bersuara pelan pada paruh senja saat aku berjalan
Sapaan pagi dengan hangat dan cerita penuh keajaiban
Dengarlah nyanyianya 

Gemericik suara air pada sungai berbatu
Sesekali daun tertiup angin, melayang, pada ahirnya jatuh dan hanyut dalam kesunyian
Irama disetiap detiknya mengalun pelan
Dengarlah bisiknya
















Senja-senja yang mulai memudar
Tersapu grombolan awan liar
Separuh tertinggal menyisakan keajaiban
Ketika kepakan sayap burung kembali ke sarang
 
Dengarlah nyanyiannya
Pada pagi, siang, sore dan malammu
Ketika cinta tak lagi bisa membawamu terbang
Atau benci tak berujung damai
Bernafaslah dalam-dalam
Dengarlah nyanyiannya
Dalam tenang
Dalam sunyi
Dan dalam keterasingan


Kosan, juli 2018

Friday, 30 November 2018

Rumah
















Rumah
Sudah lama aku meninggalkanya
Kamar-kamar  mungil berdebu
Bercampur jaring laba-laba di setiap sudut
Jendela yang tertutup rapat
Pada diam dan angkuhnya

Buku yang berderet rapi, Tak lagi ada yang membaca
Memudar kekuningan disetiap lembar kertas

Aku ingin pulang..
Rindu duduk di teras rumah
Melihat mawar dan melati berebut kumbang
Rindu halaman setelah hujan turun
Dengan semak belukar berbunga liar
Rindu bercengkrama dengan kucing berbulu putih sedikit belang diekornya
Rindu dapur mengepulkan asap kayu bakar
Mendidihkan air untuk jamuan teh pagi dan sore

Sudah lama ingin ku huni
Menyapa pagi lewat jendela yang terbuka
Duduk lama sambil membaca kembali buku kesayangan

Sunyi dan damai
Inginku lekas menyapamu

Jogja, 22 November 2018


Friday, 28 September 2018

Hujan Senin Pagi



Pic:www.bestkartun.blogspot.com
 

Dahan-dahan masih tergilas oleh laju hujan, gerakanya berirama, memantul-mantul seiring terpakan butiran hujan yang turun. Seolah menari bersama pada senin pagi yang syahdu.

Aroma tanah basah sudah tidak tercium lagi, menguap atau entah pergi ke mana. Air got sedikit meluap menumpahkan sedikit sampah plastik yang sempat menyumbatnya. Tak ada ikan pagi ini, berbeda dengan seminggu yang lalu ketika anak-anak kecil riuh sepanjang got mencari ikan yang aku tau jenis ikan gabus , cukup besar ketika salah satu anak menangkapnya dengan jaring hijau yang ia bawa dari rumahnya. Hanya ada dua ikan gabus waktu itu dan sorak-sorai anak-anak merayakan tangkapanya sambil menari di bawah guyuran hujan.

Kehidupan pagi ini terus berjalan seperti biasanya tak terhalang oleh hujan yang turun disenin pagi, tukang sayur masih berjualan seperti biasa hanya saja gerobak sayurnya ia tutup dengan plastik bening berharap bisa melindungi sayuranya dari terpaan hujan. 

Pembelipun masih riuh seolah tak terpengaruh dengan hujan disenin pagi, payung-payung berwarna yang mereka bawa memberi suasana berwarna pagi ini.

Ia yang hanya duduk bersandar pada kursi tuanya, lelaki kesepian yang rindu hujan, menghabiskan waktu untuk memandangi hujan, menikmati pagi murung dengan segala keajaibanya. Aroma kopi paginya sudah tak sewangi tadi namun masih menyisakan sedikit kenikmatan.

Ia lelaki kesepian yang merindukan hujan, paginya ia habiskan untuk melamun, menikmati tarian hujan. Tanpa teman yang peduli, ia berada di dunia kesepian sunyi terbuang tak peduli bosan menyiksanya atau tidak.

“ Kasihan ” Ejek Cicak dinding yang melintas, meliatnya murung begitu menyedihkan, tatapanya tak berpaling seolah ingin menghiburnya dan berkata “ Tenang kawan kamu tidak sendiri”.

Suatu saat nanti aku harus pergi sejenak, berjalan mengikuti langkah kaki tanpa takut tersesat, aku hanya ingin keluar dari sunyi. Kata ini yang selalu terlintas ketika ia melamun dalam paginya.

Ia menuliskan gelisah perasaanya pada buku harian tua, buku merah marun yang sedikit pudar termakan usia, namun menjadi salah satu teman setianya. 

Teman menciptakan dunia imajinasi disaat gelisah menghantui disetiap lamunan murungnya tiba- tiba hadir.

Angin pagi sedikit menyapa wajahnya bersama hempasan sejuk butiran lembut air hujan, sedikit memberikan ketenangan dalam paginya. Entah sudah berapa jam ia menuliskan kegelisahanya aku rasa ia akan menuliskanya selama hujan masih turun disenin pagi.

Sisa rintik hujan masih terdengar merdu ketika tak lama ia menutup buku harian merahnya, meletakkan pada meja kayu di depanya kemudian ia termenung sejenak kembali memandang dahan-dahan yang bergoyang. Meminum sisa kopi pagi dan beranjak dari kursi tuanya, mulai melangkah di bawah rintik hujan yang masih turun, ia melepaskan  beban dalam dadanya, Cicak di dinding yang tadi melihat lelaki kesepian duduk murung kini mendengar teriakanya.

“Aku bosan….” 

Lelaki kesepian itu berlari menerobos hujan disenin pagi bersama isi hatinya yang semakin memuncak berlari mengikuti langkah kakinya tanpa takut tersesat, tanpa tahu tujuan entah kemana.

@genk




Tuesday, 11 September 2018

Animal Farm (Ketika Binatang Ingin Sebuah Kebebasan)




Mimpi untuk terbebas dari belenggu penderitaan, ingin bebas merdeka adalah impian setiap manusia ketika kebebasanya terbungkam oleh aturan dan teror. Belenggu yang membawa pada satu nasib, persamaan gagasan untuk mengahiri semuanya, mengubah keadaan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Setidaknya itulah impian orang-orang yang terbungkam karena satu sistim pemerintahan.

Tak terkecuali pada dunia binatang yang menjadi tokoh pada novel yang berjudul Animal Farm karya Gorge Onwell. Novel ini berkisah tentang pemberontakan dan kehidupan setelahnya di peternakan manor milik pak Jones.

Kehidupan peternakan seperi biasa berjalan seperti apa adanya, para binatangpun menjalani kehidupan sehari-hari tanpa banyak mengeluh. Namun ada perasaan gundah ketika si tua Major babi yang dihormati di peternakan mengunggkapkan mimpinya yang selama ini ingin ia sampaiakan ke seluruh binatang di peternakan manor.

Mimpi seekor babi tua akan kebebasan, mengurus urusan peternakan secara mandiri, tanpa kekangan dan bebas merdeka dalam  mengatur kehidupanya. Mimpi-mimpi itu ia ungkapkan di depan semua warga peternakan membuat sebagian binatang merenungkan tentang gagasan tersebut.
Tersebutlah Snowball dan Napoleon  babi cerdas dan berpengaruh yang meneruskan gagasan si tua Major untuk  mewujudkan mimpi akan sebuah kebebasan. Hingga suatu hari terjadilah pemberontakan warga peternakan terhadap pemiliknya pak Jones.

Namun apakah setelah pemberontakan nasib mereka menjadi lebih baik???
Animal Farm menghadirkan cerita yang menarik, konflik demi konflik , perebutan kekuasaan, pemberontakan, propaganda untuk melanggengkan kekuasaan, dualisme kepemimpinan yang berahir satu harus disingkirkan, dan melencengnya tujuan awal dari sebuah mimpi tentang demokrasi menjadi tirani. Membaca animal farm sedikit banyak belajar tentang kehidupan berpolitik terutama tentang sisitim totaliter yang menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaan, propaganda dukungan tentang pemimpin .

Disatu sisi mereka yang semula berjuang bersama tersisih bahkan menjadi musuh yang harus disingkirkan, hal ini terjadi pada tokoh Snowball yang berjuang sepenuh hati untuk sebuah kebebasan.

Revolusi tidak serta merta membuat nasib mereka berubah, sebagian binatang mempertanyakan nasibnya atas kepemimpinan baru, namun aturan-aturan tegas, terror, dan ancaman membuat mereka mengutuki nasibnya kembali,sebagian tersadar kehidupan tak lebih baik sebelum pemberontakan.
George Onwell mampu menghasilkan cerita yang sederhana namun serat akan makna  tentang kehidupan dalam satu pemerintahan beserta konflik yang berada di dalamnya. Lebih dalam lagi bahwa novel ini merupakan  novel alegori politik pada masa perang dunia ke-2 sebagai satire atas pemeritahan totaliterisme Uni sovet.

Menarik untuk dibaca, karena cerita dalam Animal Farm  masih relevan dengan kehidupan berpolitik saat ini terutama bagi Negara-negara yang menganut sistim pemerintahan yang totaliter
Dan ahirnya setelah membaca Animal Farm ingatanku melayang pada masa lampau, masa pemerintahan sebelum reformasi  ketika Jendral selama 32 tahun berkuasa dimana kebebasan berpendapat tidak sebebas saat ini.

“Semua binatang setara, tetapi beberapa binatang lebih setara dari pada yang lain” Camkan itu kamerad..!!!!
@genk


Damai Hati Ini Akan Selalu Ada

Hamparan sawah tandus menghampar sepanjang penglihatan dalam perjalanan ini, musim kemarau masih berlalu entah sampai kapan, bongkah...