Friday, 28 September 2018

Hujan Senin Pagi



Pic:www.bestkartun.blogspot.com
 

Dahan-dahan masih tergilas oleh laju hujan, gerakanya berirama, memantul-mantul seiring terpakan butiran hujan yang turun. Seolah menari bersama pada senin pagi yang syahdu.

Aroma tanah basah sudah tidak tercium lagi, menguap atau entah pergi ke mana. Air got sedikit meluap menumpahkan sedikit sampah plastik yang sempat menyumbatnya. Tak ada ikan pagi ini, berbeda dengan seminggu yang lalu ketika anak-anak kecil riuh sepanjang got mencari ikan yang aku tau jenis ikan gabus , cukup besar ketika salah satu anak menangkapnya dengan jaring hijau yang ia bawa dari rumahnya. Hanya ada dua ikan gabus waktu itu dan sorak-sorai anak-anak merayakan tangkapanya sambil menari di bawah guyuran hujan.

Kehidupan pagi ini terus berjalan seperti biasanya tak terhalang oleh hujan yang turun disenin pagi, tukang sayur masih berjualan seperti biasa hanya saja gerobak sayurnya ia tutup dengan plastik bening berharap bisa melindungi sayuranya dari terpaan hujan. 

Pembelipun masih riuh seolah tak terpengaruh dengan hujan disenin pagi, payung-payung berwarna yang mereka bawa memberi suasana berwarna pagi ini.

Ia yang hanya duduk bersandar pada kursi tuanya, lelaki kesepian yang rindu hujan, menghabiskan waktu untuk memandangi hujan, menikmati pagi murung dengan segala keajaibanya. Aroma kopi paginya sudah tak sewangi tadi namun masih menyisakan sedikit kenikmatan.

Ia lelaki kesepian yang merindukan hujan, paginya ia habiskan untuk melamun, menikmati tarian hujan. Tanpa teman yang peduli, ia berada di dunia kesepian sunyi terbuang tak peduli bosan menyiksanya atau tidak.

“ Kasihan ” Ejek Cicak dinding yang melintas, meliatnya murung begitu menyedihkan, tatapanya tak berpaling seolah ingin menghiburnya dan berkata “ Tenang kawan kamu tidak sendiri”.

Suatu saat nanti aku harus pergi sejenak, berjalan mengikuti langkah kaki tanpa takut tersesat, aku hanya ingin keluar dari sunyi. Kata ini yang selalu terlintas ketika ia melamun dalam paginya.

Ia menuliskan gelisah perasaanya pada buku harian tua, buku merah marun yang sedikit pudar termakan usia, namun menjadi salah satu teman setianya. 

Teman menciptakan dunia imajinasi disaat gelisah menghantui disetiap lamunan murungnya tiba- tiba hadir.

Angin pagi sedikit menyapa wajahnya bersama hempasan sejuk butiran lembut air hujan, sedikit memberikan ketenangan dalam paginya. Entah sudah berapa jam ia menuliskan kegelisahanya aku rasa ia akan menuliskanya selama hujan masih turun disenin pagi.

Sisa rintik hujan masih terdengar merdu ketika tak lama ia menutup buku harian merahnya, meletakkan pada meja kayu di depanya kemudian ia termenung sejenak kembali memandang dahan-dahan yang bergoyang. Meminum sisa kopi pagi dan beranjak dari kursi tuanya, mulai melangkah di bawah rintik hujan yang masih turun, ia melepaskan  beban dalam dadanya, Cicak di dinding yang tadi melihat lelaki kesepian duduk murung kini mendengar teriakanya.

“Aku bosan….” 

Lelaki kesepian itu berlari menerobos hujan disenin pagi bersama isi hatinya yang semakin memuncak berlari mengikuti langkah kakinya tanpa takut tersesat, tanpa tahu tujuan entah kemana.

@genk




4 comments:

  1. Paan..gw khan cman teringat masa kecil...waktu musim hujan, pasti maen hujan2 an....hihihi...

    ReplyDelete
  2. Kok samaaa ma gw, masa kecil yang bahagia berarti ya...😄

    ReplyDelete

Damai Hati Ini Akan Selalu Ada

Hamparan sawah tandus menghampar sepanjang penglihatan dalam perjalanan ini, musim kemarau masih berlalu entah sampai kapan, bongkah...