Matahari
sudah tenggelam beberapa saat tadi, kampung yang biasanya sunyi dan damai malam
ini terlihat riuh akan para rombongan tamu dari kota, entahlahh kedatangan kami
ini mengganggu mereka atau tidak, namun hari sabtu dan minggu merupkan hari
dimana mereka biasa menerima tamu dari luar.
Menikmati
makan malam bersama tuan rumah sambil bercerita tentang banyak hal, tentang keuletan,
kerja keras, kepercayaan, tentang tanggung jawab, tentang nilai-nilai yang
dijunjung tinggi sehingga menyadarkan saya bahwa mereka mempunyai dunia
sendiri, mereka hanya ingin melestarikan ajaran dan petuah leluhurnya
dalam menjalankan adat istiadat dalam kehidupannya sebagai anak Baduy.
Kang
Sanip banyak memberikan penjelasan dan jawaban tentang rasa penasaran saya
terhadap kehidupan suku Badui dalam.
Kang
Sanip sedikit banyak memberikan gambaran tentang kehidupan suku Badui dalam,
tentang adat istiadat, upacara, kepercayaan dan tentang banyak hal sehingga
bisa mengobati rasa penasaran saya selama ini.
Ingin
rasanya mencoba berlama lama di sini namun besok kami harus kembali ke dunia
kami sendiri dengan segala rutinitas hidup.
Malam
semakin dingin , ribuan bintang di atas langit Baduy terlihat jelas berkelip,
ada keindahan, ada kedamaian yang ku rasakan malam ini, jauh dari hingar bingar
kehidupan kota.
Dari semua ini menyadarkan diri untuk lebih bersyukur akan semua nikmat yang telah diberikan kepada saya.
Dari semua ini menyadarkan diri untuk lebih bersyukur akan semua nikmat yang telah diberikan kepada saya.
Kang
Sanip salah satu dari sekelompok suku yang masih mempertahankan nilai-nilai
luhur dan adat istiadat di tengah-tengah perkembangan jaman yang semakin pesat
dan modern. Mereka hanya ingin menjalani hidup dengan memanfaatkan alam sebagai
sumber hidupnya, menjalani kehidupan dengan apa adanya, bekerja dan berusaha
memenuhi kebutuhan hidup keluarga kecilnya dan dengan penuh kepasrahan dalam
menjalaninya.
Semalaman
di kampung suku Baduy Dalam waktu terasa begitu lambat, ada damai yang kurasa
saat bersatu dengan alam, pengalaman baru yang ku dapat, teman-teman anak
suku Baduy Dalam, mereka sedikit banyak memberikan warna dalam perjalananku
kali ini, dan tentunya teman-teman seperjalanan ibu-ibu hebat yang tangguh dan
mampu melewati semuanya.
##
Kokok
ayam jantan dipagi hari membangunkan dari tidur ku, hari masih gelap ketika aku
membuka pintu bambu rumah Kang Sanip, udara dingin sudah tidak sedingin tadi
malam, jaket tebalku masih aku pakai sekedar untuk menghangatkan badan pagi ini.
Di luar
kesibukan orang-orang sudah mulai terasa, ibu-ibu suku Baduy mulai beraktifitas
pagi menggambil air dari sungai dengan bambu-bambu sebagai penggati ember,
mencuci baju dan peralatan dapur.
Sementara
rombongan tamu luar pun juga sudah memulai aktifitas paginya, pergi ke pancuran
untuk membersihkan badan.
Mereka hilir mudik melewati depan rumahnya Kang Sanip yang kami inapi.
Mereka hilir mudik melewati depan rumahnya Kang Sanip yang kami inapi.
Pagi ini
kami pun sudah mulai beberes, packing barang bawaan kami , rencana jam 7 pagi
kami akan meninggalkan kampung Baduy.
Keluarga
Kang Sanip sudah menyiapkan sarapan untuk kami , segera kami menyantap makanan
yang telah tersaji, tak senikmat masakan diluar namun kebersamaan ini cukup
membahagiakan.
Teman-teman
Kang Sanip yang akan menemani kami juga sudah datang, setelah sarapan mereka
pun siap untuk menghantar kami keluar perkampungan.
Kami
memilih jalur yang lebih pendek, melewati jalur Cijahe dengan jarak tempuh -/+
2,5 jaman.
Jalur perjalanan tak sepanjang dan se extrem kemarin waktu kami datang.
Jalur perjalanan tak sepanjang dan se extrem kemarin waktu kami datang.
Sepanjang
jalan masih terlihat bukit-bukit indah berwarna biru kehijauan, lumbung-lumbung
padi berdiri jauh dari perkampungan , Jembatan bambu dan sungai-sungai yang
mengalir jernih, sesekali berpapasan dengan warga Baduy yang ingin
beraktifitas.
Setelah
2,5 jam perjalanan melewati berbagai keindahan alam yang menghampar luas
ahirnya kami sampai di batas ahir perkampungan Badui , setelah melewati
jembatan bambu terahir kalinya kami pun kembali ke kehidupan yang normal,
listrik, sepeda motor, mobil, tv, warung dan toko sudah terlihat di kampung
sebelah.
Mobil elf
yang akan menghantar kami ke st Rangkas juga sudah terpakir .
Ada rasa
dimana hati ini sedih ketika harus meninggalkan pemuda-pemuda tangguh suku
Baduy yang selama ini menemani perjalan dari kemarin, hanya sehari namun kesan
persahabatan ini telah tumbuh terhadap mereka.
Kami
berpisah setelah bersalaman dan berfoto bersama, biaya jasa porter juga sudah
lunas kami berikan, mereka menerima dengan sepenuh hati.
Lambaian
tangan mereka masih ku lihat saat elf kami mulai meninggalkan tempat itu, kami
menuju st Rangkas Bitung untuk selanjutnya bertolak menuju jakarta.
Serpihan
kenangan itu masih terniang dalam perjalanan- perjalanan menuju kota Jakarta.
Serpihan kenangan yang hadir akan keramahan dan kebaikan warga suku Baduy dalam.
Serpihan kenangan yang hadir akan keramahan dan kebaikan warga suku Baduy dalam.
Suatu
saat nanti aku masih ingin selalu mengunjungi tempat ini entah kapan dan dengan
siapa.
Kututup
buku diary perjalananku bersama laju kereta yang membawa kami menuju jakarta,
dan sesekali keramahan dan kedamaian perjalanan ini melintas sesaat untuk yang
kesekian kalinya.
The end
No comments:
Post a Comment