Friday, 21 August 2015

Langkah-Langkah Kecil #4 (Ahir Sebuah Perjalanan )



Matahari sudah tenggelam beberapa saat tadi, kampung yang biasanya sunyi dan damai malam ini terlihat riuh akan para rombongan tamu dari kota, entahlahh kedatangan kami ini mengganggu mereka atau tidak, namun hari sabtu dan minggu merupkan hari dimana mereka biasa menerima tamu dari luar.

Menikmati makan malam bersama tuan rumah sambil bercerita tentang banyak hal, tentang keuletan, kerja keras, kepercayaan, tentang tanggung jawab, tentang nilai-nilai yang dijunjung tinggi sehingga menyadarkan saya bahwa mereka mempunyai dunia sendiri, mereka hanya ingin melestarikan ajaran dan petuah leluhurnya  dalam menjalankan adat istiadat dalam kehidupannya sebagai anak Baduy.
Kang Sanip banyak memberikan penjelasan dan jawaban tentang rasa penasaran saya terhadap kehidupan suku Badui dalam.


Kang Sanip sedikit banyak memberikan gambaran tentang kehidupan suku Badui dalam, tentang adat istiadat, upacara, kepercayaan dan tentang banyak hal sehingga bisa mengobati rasa penasaran saya selama ini.
Ingin rasanya mencoba berlama lama di sini namun besok kami harus kembali ke dunia kami sendiri dengan segala rutinitas hidup.

Malam semakin dingin , ribuan bintang di atas langit Baduy terlihat jelas berkelip, ada keindahan, ada kedamaian yang ku rasakan malam ini, jauh dari hingar bingar kehidupan kota.
Dari semua ini menyadarkan diri untuk lebih bersyukur akan semua nikmat yang telah diberikan kepada saya.


Kang Sanip salah satu dari sekelompok suku yang masih mempertahankan nilai-nilai luhur dan adat istiadat di tengah-tengah perkembangan jaman yang semakin pesat dan modern. Mereka hanya ingin menjalani hidup dengan memanfaatkan alam sebagai sumber hidupnya, menjalani kehidupan dengan apa adanya, bekerja dan berusaha memenuhi kebutuhan hidup keluarga kecilnya dan dengan penuh kepasrahan dalam menjalaninya.

Semalaman di kampung suku Baduy Dalam waktu terasa begitu lambat, ada damai yang kurasa saat bersatu dengan alam, pengalaman baru yang ku dapat,  teman-teman anak suku Baduy Dalam, mereka sedikit banyak memberikan warna dalam perjalananku kali ini, dan tentunya teman-teman seperjalanan ibu-ibu hebat yang tangguh dan mampu melewati semuanya.
##

Kokok ayam jantan dipagi hari membangunkan dari tidur ku, hari masih gelap ketika aku membuka pintu bambu rumah Kang Sanip, udara dingin sudah tidak sedingin tadi malam, jaket tebalku masih aku pakai sekedar untuk menghangatkan badan pagi ini.

Di luar kesibukan orang-orang sudah mulai terasa, ibu-ibu suku Baduy mulai beraktifitas pagi menggambil air dari sungai dengan bambu-bambu sebagai penggati ember, mencuci baju dan peralatan dapur.
Sementara rombongan tamu luar pun juga sudah memulai aktifitas paginya, pergi ke pancuran untuk membersihkan badan.
Mereka hilir mudik melewati depan rumahnya Kang Sanip yang kami inapi.
 Pagi ini kami pun sudah mulai beberes, packing barang bawaan kami , rencana jam 7 pagi kami akan meninggalkan kampung Baduy.

Keluarga Kang Sanip sudah menyiapkan sarapan untuk kami , segera kami menyantap makanan yang telah tersaji, tak senikmat masakan diluar namun kebersamaan ini cukup membahagiakan.
Teman-teman Kang Sanip yang akan menemani kami juga sudah datang, setelah sarapan mereka pun siap untuk menghantar kami keluar perkampungan.


Kami memilih jalur yang lebih pendek, melewati jalur Cijahe dengan jarak tempuh -/+ 2,5 jaman.
Jalur perjalanan tak sepanjang dan se extrem kemarin waktu kami datang.
Sepanjang jalan masih terlihat bukit-bukit indah berwarna biru kehijauan, lumbung-lumbung padi berdiri jauh dari perkampungan , Jembatan bambu dan sungai-sungai yang mengalir jernih, sesekali berpapasan dengan warga Baduy yang ingin beraktifitas.
Setelah 2,5 jam perjalanan melewati berbagai keindahan alam yang menghampar luas ahirnya kami sampai di batas ahir perkampungan Badui , setelah melewati jembatan bambu terahir kalinya kami pun kembali ke kehidupan yang normal, listrik, sepeda motor, mobil, tv, warung dan toko sudah terlihat di kampung sebelah.

Mobil elf yang akan menghantar kami ke st Rangkas juga sudah terpakir .
Ada rasa dimana hati ini sedih ketika harus meninggalkan pemuda-pemuda tangguh suku Baduy yang selama ini menemani perjalan dari kemarin, hanya sehari namun kesan persahabatan ini telah tumbuh terhadap mereka.

Kami berpisah setelah bersalaman dan berfoto bersama, biaya jasa porter juga sudah lunas kami berikan, mereka menerima dengan sepenuh hati.
Lambaian tangan mereka masih ku lihat saat elf kami mulai meninggalkan tempat itu, kami menuju st Rangkas Bitung untuk selanjutnya bertolak menuju jakarta.
Serpihan kenangan itu masih terniang dalam perjalanan- perjalanan menuju kota Jakarta.
Serpihan kenangan yang hadir akan keramahan dan kebaikan warga suku Baduy dalam.
Suatu saat nanti aku masih ingin selalu mengunjungi tempat ini entah kapan dan dengan siapa.


Kututup buku diary perjalananku bersama laju kereta yang membawa kami menuju jakarta, dan sesekali keramahan dan kedamaian perjalanan ini melintas sesaat untuk yang kesekian kalinya.

The end

No comments:

Post a Comment

Damai Hati Ini Akan Selalu Ada

Hamparan sawah tandus menghampar sepanjang penglihatan dalam perjalanan ini, musim kemarau masih berlalu entah sampai kapan, bongkah...